Sabtu, 26 Februari 2011

Obstruksi Biliaris

A.   Gambaran Umum Obstruksi Bliaris
            Antara hati dan usus halus terdapat saluran yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya empedu yang di produksi hati menuju usus. Jika saluran ini tersumbat, maka hal ini disebut sebagai obstruksi biliaris (Sarjadi, 2000).  Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses (Ngastiyah, 2005).
Obstruksi duktus biliaris ini sering ditemukan, kemungkinan desebabkan:
1.    Batu empedu
2.    Karsinoma duktus biliaris
3.    Karsinoma kaput panksreas
4.    Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura
5.    Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis (Sarjadi, 2000)
            Penderita tampak ikterik, akan sangat berat apabila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin serum yang terkonjugasi meningkat, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin fosfate serum terutama transaminase. (Sarjadi,2000)
       Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten, empedu yang terbendung dapat mengalami infeksi, menimbulkan kolangitis dan abses hepar. Kekurangan empedu dalam usus halus mempengaruhi absorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam lemak (misalnya beberapa jenis vitamin) (Sarjadi,2000).
a.    Penyakit Duktus Biliaris Intrahepatik
            Gambaran yang mirip dengan obstruksi biliaris dapat disebabkan oleh penyakit duktus biliaris intrahepatik, seperti :
1)     Atresia Biliaris
Merupakan suatu kondisi kelainan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
2).   Sirosis biliaris primer
Secara histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi infiltrasi limfosit yang padat dan sering timbul granuloma.
3).   Kolangitis sklerosing
Merupakan radang kronis yang mengenai duktus biliaris intrahepatik.
4).   Reaksi obat kolestatik
       Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-acting (Sarjadi, 2000).
Gambar 2.1 sistem biliaris
b.    Obstruksi Biliaris Akut
           Obstruksi akut duktus biliaris utama pada umumnya disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis akan menimbulkan nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian sering terjadi infeksi pada traktus biliaris, duktus akan meradang (kolangitis) dan timbul demam. Kolangitis dapat belanjut menjadi abses hepar (Sarjadi, 2000).
           Obstuksi biliaris yang berulang menimbulkan fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel hepar. Keadaan ini disebut sirosis biliaris sekunder (Sarjadi, 2000).

B.   Patofisiologi
            Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
            Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995)
            Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009).
            Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
Kemungkinan penyebab saluran empedu tersumbat meliputi:
1.    Kista dari saluran empedu
2.    Lymp node Diperbesar dalam porta hepatis
3.     Batu empedu
4.    Peradangan dari saluran-saluran empedu
5.    Trauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu
6.    Tumor dari saluran-saluran empedu atau pankreas
7.    tumor yang telah menyebar ke sistem empedu (Zieve David,2009)

C.   Gejala
1.    Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi ikterus
2.    Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul
3.    Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen
4.    Perut sakit di sisi kanan atas    
5.    Demam
6.    Mual dan muntah (Zieve David,2009)


D.   Diagnosis
       Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, adanya tanda ikterus atau kuning pada kulit, pada mata dan di bawah lidah. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar kadang juga disertai limfa yang membesar.
Pemeriksaan Laboratorium dan Imaging
1.    Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, GGT. Dan faktor pembekuan darah.
2.    Rontgen perut (tampak hati membesar)
3.    Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
4.    Breath test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat.  Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.

5.    USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi.
6.    Imaging radionuklida (radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.
7.    Skening hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
8.    Koleskintigrafi
Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis).
9.    CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.
10.  MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).
11.  Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd
Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.
12.  Kolangiografi transhepatik perkutaneus
Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.
13.  Kolangiografi operatif
Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu.
14.  Foto rontgen sederhana
sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur.
15.   Pemeriksaan Biopsi hati
Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat sirosis hati atau kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan.
16.  Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan). (Indonesia, USA & internasional berkumpul, 2000)

E.     Pencegahan
            Dapat mengetahui setiap faktor risiko yang dimiliki, sehingga bisa mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL,2008).
            Dalam hal ini bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu), dengan keadaan fisik yang menunjukan  anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). (Sarjadi,2000)
F.    Penatalaksanaan
            Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi. (Reksoprodjo, 1995)
Gambar 2.2 saluran empedu empedu memegang stent terbuka, memulihkan aliran empedu

            Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi. (Reksoprodjo, 1995)
1.    Penatalaksanaan Keperawatan
Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan yang cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, serta menghindarkan kontak infeksi). Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar atau terapi lain. Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya penyumbatan ( Ngastiyah, 2005).
2.    Penatalaksanaan Medisnya ialah dengan operasi ( Ngastiyah, 2005).


Referensi :

Reskoprojo soelarto, 1995. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta. Binarupa  Aksara
Noer Sjaifoelah, 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.  Jakarta. Balai Penerbit FKUI
Sarjadi, 2000. Patologi umum dan sistematik. Jakarta. EGC
Ngastiyah, 2005. Perawatan anak sakit.Jakarta. EGC
David zieve, 2009. Medical Clinics of North America.  http://www.healthscout.com. 6/11/2010
Fahmi raden, 2009. Biologi hati dan kandung empedu. http://forum.um.ac.id. 6/11/2010
Indonesia, USA & internasional berkumpul,2000. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk Penyakit Hati & Kandung
Empedu. http://www.indonesiaindonesia.com/f/10875-pemeriksaan-diagnostik/. 10/11/2010
Attasaranya S, 2008. Choledocholithiasis, ascending cholangitis, and gallstone pancreatitis.http://health.nytimes.com/health/guides/disease/cholangitis/overview.html. 21/11/2010
Judarwanto Widodo, 2009. Atresia Biliaris .http://koranindonesiasehat.wordpress.com.18/10/2010
UGM portal, 2010. Menkes: Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Jadi Program Prioritas Tahun 2009. http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1368. 20/11/2010
Lesmana, 1992. ERCPdiagnostikdanterapeutikpadaObstruksiBiller.